Monday, February 18, 2008

JURNALIS WARGA

Tulisan kie tulisan asli Bang Yossy dari CRI Combine Resource Institution Yogyakarta.
Dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak fasilitas internet menjadi bagian dari kehidupan masyarakat umum, banyak sekali bermunculan penulis berbakat. Mereka dengan sangat bersemangat menuangkan berbagai ide, buah pikiran, pengalaman, informasi, dan lain-lain dalam bentuk tulisan. Tidak sedikit di antara hasil karya mereka yang tergolong berkualitas tinggi dan perlu dibaca oleh orang lain. Namun sayangnya para penulis ini kurang mendapat perhatian dan bahkan tidak diakui oleh kalangan pekerja dan pengelola media massa profesional, yang pada akhirnya mereka harus puas menjadi bahan cibiran sebagai penulis amatiran dan termarginalkan oleh masyarakat pers mainstream.

Derita dan kekalutan para “penulis amatiran” tidak berakhir di situ saja. Mereka pun amat kesulitan untuk mendapatkan media yang mau mengakomodasi kebutuhan publikasi hasil karyanya. Beruntunglah, internet memberi berkah bagi semua orang dalam bentuk penyediaan wadah menulis bagi sesiapa saja yang ingin mengekspresikan segala kreativitas kemanusiaannya. Jadilah fenomena blogger melahirkan berjuta penulis blog menjadi pemandangan umum hari ini.

Pada perkembangan lebih lanjut, beberapa kalangan telah menginisiasi pembentukan media massa tanpa batas yang didedikasikan bagi siapa saja yang ingin menulis dan menyampaikan informasi atau berita yang dimilikinya untuk dipublikasikan pada media-media massa yang mereka bangun. Sebutlah beberapa media di Indonesia seperti koran online KabarIndonesia, halamansatu, panyingkul, dan lain-lain. Baru pada saat paling terakhir ini, beberapa media massa utama, seperti Kompas dan Republika mencoba memberi ruang bagi penulis pewarta warga untuk ikut berpartisipasi di media mereka, namun masih terbatas pada media online yang mereka kelola.

Pada sudut yang lain, keberadaan para “hobi nulis” tersebut kesulitan menjalankan aktivitas menulis karena terkendala oleh sumber informasi primer yang sulit diakses akibat ketiadaan wadah atau organisasi yang menaungi dan mendukung mereka. Kenyataannya, untuk bisa turut bergabung di salah satu persatuan profesional, para penulis non-profesional tersebut harus memenuhi berbagai macam persyaratan yang tidak mungkin dapat dipenuhi oleh mereka yang tidak memiliki media tetap ataupun profesi sebagai reporter. Hal ini juga menyulitkan bagi setiap penulis untuk mendapatkan akses ke berbagai sumber, terutama yang bersifat protokoler, karena akan dianggap sebagai pengumpul informasi liar, dan lain sebagainya.

Yang dimaksud dengan Pewarta Warga (citizen reporter) di sini adalah mereka yang memiliki hobi menulis, baik untuk konsumsi media massa online dan offline, maupun menulis di blogger ataupun di milis. Pewarta warga juga dari kalangan mereka yang memberitakan informasi dan beritanya berbentuk berita foto, berita video/film, dan pemberi informasi via telepon ke stasiun radio dan televisi. Pada saat sekarang ini siapa saja bisa menjadi reporter tanpa harus memiliki latar belakang pendidikan jurnalisme atau apapun juga. Setiap pemilik blog ataupun setiap orang yang pernah menulis di milis, dapat dikategorikan sebagai citizen reporter.

Umumnya, pewarta warga menulis bukan untuk konsumsi media mainstream atau media utama seperti majalah, atau koran-koran lainnya, melainkan untuk sesama pembaca. Reporter-reporter orang biasa ini lebih dikenal dengan sebutan para Pewarta Warga atau Citizen Reporter. Mereka tidak terikat dengan/oleh media massa elektronik (online) ataupun media massa cetak tertentu. Dengan demikian, mereka bisa jauh lebih bebas mengungkapkan pendapat maupun pikiran mereka masing-masing.

Pemberitaan menggunakan system pewarta warga biasanya disebut Citizen Journalism (jurnalisme warga atau jurnailsme orang biasa). Citizen Journalism adalah jurnalisme akar rumput yang muncul dan tumbuh dari bawah ke atas, dari masyarakat di level bawah, dan bukan dari atas ke bawah. Citizen jurnalism ini dapat disebut juga sebagai jurnalisme advokasi, karena di sini setiap penulis dapat memberitakan atau menceritakan perjuangan mereka, misalnya memberitakan tentang pencemaran lingkungan hidup, mulai dari pembakaran hutan sampai dengan semburan lumpur panas. Mereka bisa menuturkan secara menyeluruh peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Bahkan, pola ini bukan sekedar dalam bentuk berita saja, mereka menghayati dan menjiwai apa yang mereka ceritakan, sebab hal itu adalah hasil pengamatan ataupun pengalaman mereka sendiri. Jadi bukan hanya sekedar berita yang tawar melainkan berita yang ditulis dengan penuh perasaan.

4 comments:

Anonymous said...

Iya. Bak yu.! EMang dasare pemerintah indonesi kaya gitu...! Mau maju ke banyakan syarat-syarat nya. Maka nya yang melarat tambah melarat.!?Lah sebalike kalau yang kaya malah mangkin kaya.

Anonymous said...

ayo semangat bikin perubahan...............
mbak2 yang di hongkong bikin dong!

cewekndeso said...

ajay : yach begitulah negara kita
kalo kita mampu kenapa tidak, gak perlu nunggu yg diatas kalo bukan dari kita sendiri yg memerbaiki dan mencoba tuk lebih baik


slamet : hehehe ini lagi belajar dan mencoba tuk merubah kearah yang lebih baik.

Rie Rie said...

berarti aku termasuk e penulis, reporter, eh anu reporter..alah mbuh,hehehe...
sing penting nulis lah.